Generasi millenial dan generasi Z kini menjadi mayoritas tenaga kerja yang mengharapkan budaya perusahaan yang lebih reponsif, terbuka dan apresiatif.
Dilansir dari smarp.com, sejumlah 81% karyawan mengatakan bahwa mereka lebih suka kepada perusahaan yang mendorong keterbukaan dalam komunikasi daripada perusahaan yang memiliki fasilitas bagus seperti tunjangan kesehatan, makan gratis dan keanggotaan gym.
Sebagai seorang yang baru pertama kali bekerja di sebuah perusahaan, apakah kamu pernah bertanya-tanya bahwa bolehkah seorang karyawan memberikan pendapat kepada atasannya? Kalaupun boleh, bagaimanakah cara yang paling tepat dan efektif?
Mari kita bahas bersama-sama mengenai salah satu teknik komunikasi yang bisa kamu pakai dalam kasus ini, yaitu bottom-up communication.
Apa Itu Bottom-Up Communication?
Bottom-up communication merupakan sebuah teknik komunikasi yang berfokus pada penyetaraan seluruh karyawan dalam sebuah perusahaan untuk menampung ide-ide dan presepsi mereka dalam menciptakan sebuah keputusan yang paling tepat.
Teknik ini biasa diciptakan untuk tujuan adanya umpan balik atau respon karyawan ke atasan. Oleh karena itu banyak perusahaan yang berjuang menciptakan budaya ini.
Bentuk informasi lainnya yang bisa menggunakan teknik ini diantaranya berupa laporan, pengaduan, hingga pengajuan usul tertentu.
Untuk mencapai sebuah keberhasilan bottom-up communication, memerlukan adanya peningkatan tingkat kepercayaan kepada karyawan.
Ide-ide kecil yang tumbuh dari karyawan akan tumbuh menjadi tujuan organik yang kompleks dimana pada akhirnya akan mencapai tujuan kesuksesan perusahaan.
Manfaat Bottom-Up Communication
1. Meningkatkan Hubungan Komunikasi Antar-Karyawan
Ketika setiap karyawan aktif untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyaluran ide dan pendapat, maka secara tidak langsung komunikasi secara keseluruhan akan meningkat
2. Membangun Semangat
Dengan menggunakan teknik ini, seluruh anggota dalam organisasi dalam hal ini karyawan akan merasa disertakan dan dihargai. Ini juga akan meciptaikan sebuah lingkungan komunikatif dimana seluruh karyawan akan berkembang dan tumbuh bersama beriringan.
3. Berbagi Solusi
Dengan kekuatan banyak otak yang bekerjasama untuk masuk ke dalam suatu masalah, maka akan berpotensi untuk menghasilkan pemecahan masalah denga tepat dan lebih efisien.
4. Peningkatan Kolaborasi Antar-Karyawan
Di semua tingkatan tanpa terkecuali, seluruh karyawan akan berkesempatan untuk berdiskusi, saling bertukar ide, sehingga akan terbangun kerjasama dan kepercayaan antar-departemen. Tentunya hal ini akan berdampak positif bagi keberlangsungan perusahaan.
Baca Juga : 4 Langkah Selanjutnya, Setelah Kamu Ikut Program MSIB
Kelemahan Bottom-Up Communication
1. Menghambat Karyawan
Meskipun ada sisi positif dimana kita semua sebagai karyawan bisa mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, namun ketika semua karyawan berpartisipasi dalam keputusan yang lebih besar, hal ini akan menyebabkan hilangnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan utama.
2. Waktu yang Tidak Efisien
Maksudnya adalah dalam pembuatan rencana dan proses pengambilan keputusan utuk mencapai tujuan, tidak efisien sebab pasti akan ada kemungkinan munculnya konflik dan ketidaksepakatan. Hal inilah yang membuat keterlambatan terjadi.
3. Refleksi Data yang Tidak Akurat
Dengan terlibatnya terlalu banyak orang dalam sebuah proyek yang sama, maka sekaligus dapat memungkinkan terciptanya hasil yang tidak tepat dan keputusan yang tidak akurat.
Demikian pembahasan mengenai bottom-up communication, ada juga teknik komunikasi lainnya yang bisa dipakai menyesuaikan dengan konteks, yaitu top-down communication.
Referensi :
https://www.smartsheet.com/top-down-bottom-up-approach#what-is-bottom-up-communication
https://blog.smarp.com/manager-communication-the-power-of-bottom-up-feedback