Kita dihadapkan dengan era disrupsi yang menuntut kita memiliki kemampuan adaptif dan eksploratif. Salah satu soft skill yang perlu kita miliki adalah contextual intelligence, terutama di era transformasi digital yang hadir dalam bentuk VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity).
Lalu, apa itu contextual intelligence? Dan apa itu era VUCA? Yuk, simak penjelasan dari Gamelab berikut ini.
Mengenal Konsep VUCA
Era VUCA adalah sebuah situasi yang memungkinkan perubahan terjadi dengan sangat cepat, kompleks, tidak pasti, dan ambigu. Kondisi ini disebabkan oleh transformasi teknologi yang sangat pesat.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, VUCA adalah akronim dari Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity. Dalam bahasa Indonesia, istilah tersebut berarti gejolak, tidak pasti, dan ambigu. Istilah ini diadaptasi oleh banyak perusahaan dan organisasi sebagai acuan untuk perencanaan strategis dan kepemimpinan.
Dilansir dari Techtarget, VUCA memiliki pengertian sebagai berikut.
Volatility atau gejolak, berarti perubahan yang terjadi secara cepat, sering, dan signifikan. Pemicu kecil bisa menyebabkan perubahan yang besar. Contohnya, arah tren yang berbalik secara tiba-tiba, dan naik turunnya harga komoditas secara signifikan dalam waktu singkat.
Uncertainty atau ketidakpastian adalah kondisi ketika peristiwa dan hasil tidak dapat diprediksi. Sebab dan akibatnya juga tidak dapat dipahami dengan baik, serta pengalaman sebelumnya tidak relevan untuk kondisi tersebut.
Sedangkan complexity berarti melibatkan banyak faktor dan masalah. Beberapa di antaranya mungkin saling berhubungan dengan cara yang rumit, dan beberapa tidak. Hubungan antara berbagai hal dan orang-orang pun sulit untuk dipahami.
Perubahan, di satu sisi menyebabkan transformasi yang tidak diinginkan di masa yang akan datang. Sebab dan akibat disamarkan oleh banyak lapisan, membuat faktor yang penting menjadi tidak jelas dalam proses pengambilan keputusan.
Misal, perubahan harga sebuah komoditas dapat berpengaruh langsung pada harga komoditas lain yang tidak terkait secara langsung.
Terakhir, ambiguity atau ambiguitas dibentuk oleh kurangnya penjelasan dan kesulitan memahami secara tepat situasi yang terjadi. Informasi yang ada bisa saja disalahartikan. Selama situasi yang ambigu terjadi, semua fakta menjadi tidak jelas dan menyebabkan ketidakpastian pada tujuan dan hasil yang diinginkan oleh semua pihak yang terlibat.
Nah, salah satu cara agar bisa bertahan di era VUCA adalah memiliki soft skill contextual intelligence. Kira-kira, apa yang dimaksud dengan contextual intelligence? Simak penjelasan di bawah ini, ya!
Apa Itu Contextual Intelligence?
Dilansir dari Harvard Business Review, Profesor Tarun Khanna memberikan pengertian mengenai contextual intelligence. Menurutnya, contextual intelligence adalah sebuah kemampuan untuk memahami batas pengetahuan yang kita miliki, dan mengadaptasinya ke dalam lingkungan atau bidang yang berbeda.
Dalam referensi lain, disebutkan bahwa contextual intelligence atau kecerdasan kontekstual adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan pada situasi di dunia nyata. Artinya, seseorang dengan kecerdasan kontekstual mahir dalam mengadaptasi pengetahuan dan terampil dalam membaca, serta menempatkan pengetahuannya pada situasi dan lingkungan yang berbeda.
Pentingnya Contextual Intelligence di Era VUCA
Untuk menghadapi era VUCA yang serba tidak jelas dan tidak pasti, kita perlu memiliki kemampuan adaptif dan eksploratif yang memadai. Itulah mengapa, kecerdasan kontekstual menjadi jawaban atas tantangan transformasi teknologi dan digitalisasi yang berkembang sangat pesat serta merambah ke berbagai lini kehidupan.
Dengan memiliki contextual intelligence, kamu dapat beradaptasi dengan cepat di kondisi yang cepat berubah dan tidak pasti. Selain itu, hal yang tak kalah penting adalah kemauan untuk terus belajar dan melihat dari sudut pandang yang lebih luas.
Salah satu e-commerce paling sukses di dunia, yakni Amazon, hadir karena contextual intelligence yang dimiliki oleh pendirinya, Jeff Bezos.
Jeff Bezos memiliki pandangan luas mengenai dunia e-commerce, bahkan sejak 1997. Dia sudah memperkirakan apa yang akan terjadi pada dunia e-commerce, dan mengantisipasi setiap perubahan sikap konsumen. Akhirnya, pandangan tersebut menjadi kenyataan. Amazon menjadi e-commerce terbesar di dunia dengan penghasilan ribuan triliun rupiah.
Kisah singkat ini adalah salah satu contoh seseorang yang visioner dan memiliki contextual intelligence. Jeff Bezos mampu mengimplementasikan pengetahuan sesuai kondisi yang dihadapi, untuk melakukan antisipasi perubahan yang akan terjadi.
Baca Juga : Keuntungan Magang Bersertifikat di MSIB Batch 7 beserta Syarat dan Ketentuannya!
Penutup
Itu dia penjelasan mengenai contextual intelligence, sebuah soft skill yang wajib kita miliki di era VUCA. Dapat kita simpulkan bahwa contextual intelligence sangatlah penting untuk dimiliki agar kita mampu beradaptasi pada segala situasi dan perubahan yang terjadi.
Yuk, asah soft skills-mu bersama Akademi Gamelab! Klik di sini untuk bergabung dengan kelas favoritmu, ya.
Referensi: